Sebenarnya saya sedikit enggan menuliskan ini karena melihat betapa banyaknya pemuda yang pesimis dengan nasib bangsanya sendiri yang berujung pada keputusan golput. Dari saking pesimisnya mereka mungkin bisa jadi melihat judul tulisan saya ini saja sudah berasa berat mau membacanya. Mungkin jadi berpikir halah paling ngajak untuk tidak golput.
Saya cuma mau sedikit bercerita, dengarkan dulu saja sebentar, perkara nanti sepakat atau tidak silahkan diputuskan sendiri. Ini obrolannya tukang bakso dan tukang es degan depan kampus Universitas Negeri Malang. Sebulan yang lalu saya ke kampus untuk mengurus beberapa hal, karena merasa lapar mampirlah saya di warung bakso depan kampus.
Selesai makan, saya tidak langsung beranjak pergi, duduk-duduk saya melihat lalu lalang orang, sambil beberapa kali membuang nafas panjang untuk “meringankan” pundak saya yang saat itu terasa “berat” sekali. Tidak jauh dari saya, tukang bakso dan tukang es degan duduk-duduk sambil kipas-kipas. Mereka membicarakan tentang pemilu legislative 9 April, yang tadinya pikiran saya terbang ke awang2 dalam sekejap langsung kembali, tertarik dengan pembicaraan bapak-bapak itu.
“ masyarakat saiki wes gak enek sing percoyo karo caleg-caleg kuwi, karo partai-partai pisan… (masyarakat sekarang sudah tidak ada yang percaya dengan caleg-caleg itu, sama partai-partai juga)” ujar pak es degan. “Aku yo ngunu pisan… wes males ate nyoblos… caleg di coblos lek wes dadhi lali karo wong cilik… (aku juga begitu, sudah malas mau nyoblos, caleg dicoblos kalau sudah jadi lupa sama orang kecil)” tambah pak Bakso. “Eh tapi awak’e dewe tetep harus ke TPS, tetap coblos ae, coblos kabeh ae, engko kan dadhi gak sah, soale lek gak dicoblos engko surat suara awak’e dewe ki disalah gunakan karo wong-wong kuwi…(eh tapi kita ini tetap harus ke TPS, tetap nyoblos aja, coblos saja semuanya, nanti kan jadi tidak sah, karena kalau gak dicoblos ntar surat suara kita itu disalahgunakan sama orang-orang itu).” ujar pak es degan dengan serius.
Saya tersenyum mendengarkan pembicaraan mereka, walaupun mereka sudah tua dan pedagang kecil setidaknya mereka masih memikirkan untuk mengamankan surat suaranya dari pada orang-orang atau bahkan pemuda yang memutuskan untuk golput-put tanpa pake “tapi”. Jadi benar-benar tidak memikirkan sama sekali, golput dan tidak peduli apapun. Padahal, jika kita mau berpikir jernih dan mencerna dengan baik, sebenarnya apa yang dikatakan bapak es degan itu sangat benar. Maksud saya benar dibagian menyelamatkan kertas suara-nya, bukan benar di merusak kertas surat suaranya (tapi ya mending sih 😀 , dari pada tidak sama sekali, setidaknya itu masuk dalam bab meminimalisir penyalahgunaan kertas suara oleh orang-orang tidak bertanggung jawab).
Jika orang yang sudah tua begitu dan hanya berjualan bakso serta es degan itu masih memikirkannya, masak kita yang pemuda bahkan berpendidikan masih memilih untuk tidak peduli akan perbaikan bangsa. Pagi tadi saya juga dapat telpon dari ayah saya, dalam obrolan kami saya menyisipkan tentang pemilu besok, “ayah… jangan lupa besok nyoblos ya, jangan golput, ummi’ dan kakak juga jangan lupa nyoblos.” kata saya (dalam bahasa Madura sebenarnya, tapi saya tulisakan bahasa Indonesia-nya saja ya hehe :D). “iya… demi kamu ayah dan ummi’ akan nyoblos…” kata ayah. Hahaha… yah… tak apalah alasannya begitu, daripada tidak nyoblos 😀 . Lalu ayah cerita, “disini kertas suara itu ada yang ngatur, kalau tidak dicoblos akan disalah gunakan sama orang-orang yang tidak bertanggung jawab… pak Samsul (tetangga depan) itu kan PPS, dia main ke rumah kemarin, cerita dia sama ayah kalau kondisinya seperti itu, kamu tahu sendiri kan orang desa itu banyak yang buta huruf dan mereka tidak mengerti apa-apa, mereka lebih memilih pergi ke sawah ngurusin padi daripada ke TPS buat nyoblos, jadi banyak kertas suara yang kosong dan akhirnya dimanfaatkan sama orang-orang tidak bertanggungjawab itu. Ayah sudah minta para petani yang ayah kenal dan keluarga-keluarganya untuk tetap nyoblos…”. Saya sampai terharu, ayah saya masih memikirkannya. Beliau walau tidak berpendidikan sangat tinggi tapi juga update berita, mengikuti perkembangan politik (sebenarnya dulu waktu muda beliau berkecimpung di dunia politik juga sih hehe :D), suka bola dan tinju juga hahaha, my beloved father.
Pada dasarnya saya tidak mengajak untuk tidak golput, dan saya juga tidak sedang berkampanye untuk mengajak pembaca nyoblos partai A atau partai B. Saya bermaksud untuk mengajak pembaca mengamankan kertas suara-nya, karena bagaimanapun ini memiliki konsekuensi yang lebih mengerikan daripada konsekuensi memilih satu partai yang ada. Bagaimana tidak, dengan diam-nya kita, dengan tidak datang-nya kita ke TPS, surat suara kita disalahgunakan oleh orang-orang tidak bertanggung jawab, apa tidak sakit hati dengan cara seperti ini. Apa tidak justru menjadi penyebab terpilihnya orang-orang yang tidak bertanggung jawab memimpin Negara kita. Dan pada akhirnya yang menjadi korban kembali ke rakyat kecil, kan kasian… gara-gara ketidak pedulian kita atau golputnya kita akhirnya terpilih orang yang tidak amanah lantas semakin menderitalah rakyat kecil. Main-mainlah ke tempat-tempat orang miskin, lihatlah mereka, kasian mereka itu, anak-anak jalanan yang tidak sekolah juga, apa kita benar-benar tidak akan peduli dengan nasib mereka.
Barusan saya kedatangan nenek-nenek yang butuh bantuan dana untuk anaknya yang mau ikut UN. Dia harus melunasi tanggungannya maksimal 21 April, jika tidak maka cucunya tidak bisa ikut UN. Dia bercerita bahwa dia meminta bantuan ke sebuah ormas (tidak perlu saya sebutkan), namun ormas itu membentak si nenek karena ternyata di berkas yang nenek bawa itu tercantum bahwa si cucu sekolah di yayasan dari ormas lain yang bertentangan dengan ormas yang didatangi nenek tadi.
“Lah saya ini kan gak ngerti apa-apa mbak, saya tidak tahu kalau anak saya sekolahnya di yayasan golongan ini, sedangnkan yang saya mintai tolong itu golongan ini, saya malah dimarahi, padahal saya tidak paham tentang golongan-golongan itu, tentang partai-partai itu juga saya tidak tahu, saya kemarin dapat ini…” kata nenek sambil melihatkan kertas untuk nyoblos tanggal 9 besok. “iya nek ini buat nyoblos besok, lah rencananya nenek besok mau nyoblos apa?” tanya saya. “Lah itu mbak saya ndak tau mau nyoblos apa, saya tidak tahu apa-apa tentang hal-hal seperti itu.” jawab nenek itu, dan saya tertawa melihat ekspresi lugunya (tertawa gemas, bukan mentertawakan ketidakpahaman beliau :D’).
Jadi jika kita mau menyimpulkan, Indonesia itu masyarakatnya banyak, hanya saja dari sekian banyak masyarakat itu, hanya sedikit yang paham tentang pemilu dsb (ini saya pakai bahasa teman saya, dia memakai bahasa ini pada objek laki-laki shalih hehe). Dari sekian yang paham tentang pemilu, hanya sedikit yang mau terlibat. Dan dari yang terlibat itu, masih lebih sedikit lagi yang peduli dan berpikir cerdas dalam memilih. Saya pikir, sepanjang kita paham tentang pemilu, dan sepanjang kita adalah orang yang berpendidikan terutama kita sebagai pemuda, kenapa kita tidak mencoba untuk memberikan yang terbaik atau meminimalisir hal-hal buruk yang akan terjadi.
Terserah mau mencoblos apa, pikirkan dan pertimbangkanlah partai yang cukup baik untuk dipilih lantas pilihlah. Atau jika tetap masih bersikeras untuk golput, maka ikutilah cara bapak tukang bakso itu, setidaknya hal tersebut mampu meminimalisir kecurangan. Namun tetap saja, saya berharap pembaca tidak cenderung mengikuti cara bapak tukang bakso itu, karena saya yakin para pembaca pasti adalah orang-orang yang paham tentang Negara dan kebutuhannya, atau setidaknya saya yakin para pembaca adalah orang yang bisa membaca, dan orang yang bisa membaca kurang lebih pasti adalah orang yang berpendidikan. Karena jika tidak ikut pendidikan membaca maka pembaca tidak akan bisa membaca *halah, mbulet :D. So, jangan lupa untuk berkontribusi tanggal 9 besok, semoga ALLAH berikan kita pemimpin yang amanah.
Surabaya, 8 April 2014
H-1 Pemilu Legislatif