Diposkan pada Cerpen

Lelaki Hujan

Pagar rumah Rania terbuka, lelaki tinggi dengan pundak lebar dan dada bidang itu memasuki halaman rumah bersama vespa silver butut miliknya.

“Assalamu’alaikum,” ujar lelaki itu, membuka pintu rumah.

Rania bergegas keluar kamar sambil membawa handuk, sudah menyangka bahwa lelaki yang menjadi raja di hatinya itu akan pulang ke rumah dengan basah kuyup karena lupa membawa jas hujan.

“Wa’alaikumussalam. Ya Allah … Basah kuyup begini. Rania kan sudah bilang, jangan lupa bawa jas hujannya. Sekarang sudah masuk musim hujan, hampir setiap malam hujan terus,” omel Rania.

“Iya … Rania sayang, cerewet sekali kamu.” Lelaki itu bergegas mandi dengan air hangat yang telah Rania siapkan.

“Masak apa? Ada yang hangat tidak? Suamimu ini kedinginan sekali,” ujar lelaki itu sambil mengikuti Rania menuju ruang makan.

“Masak ikan panggang dan cah kangkung, Rania juga sudah buat segelas jahe hangat.” Mata Rania berbinar sambil menunjuk hidangan yang telah tertata di atas meja makan.

Dari balik jendela ruang makan, tampak hujan masih turun begitu deras. Rania meraih kedua tangan lelaki itu dan meletakkannya di pinggiran gelas yang berisi wedang jahe hangat.

“Hangat, kan?” ujar Rania berbinar menatap lelaki dihadapannya.

“Iya, hangat. Terima kasih ya, Rania sayang.” Lelaki itu tersenyum hangat menatap Rania lekat.

Suara petir menggelegar keras, Rania terbangun. Yang tampak hanya bias temaram lampu tidur yang menghiasi langit kamarnya. Hujan pun terdengar begitu deras, Rania masih terdiam menatap langit kamarnya.

“Mas Galih,” bisik Rania, tidak lagi mampu menahan genangan air di pelupuk matanya.

Lelaki tinggi hitam manis yang baru saja hadir dalam mimpi Rania adalah almarhum suaminya yang telah meninggal dunia satu tahun yang lalu karena kecelakaan lalu lintas di malam hari saat hujan deras.

Suami yang dia cintai dan mencintainya sepenuh hati. Lima tahun Rania tinggal berdua bersama suaminya di rumah sederhana penuh kebahagiaan itu. Meski mereka belum dikaruniai anak namun rumah itu selalu ramai dengan canda tawa mereka berdua.

“Mas Galih, Rania rindu …. ” Rania memeluk erat selimut almarhum suaminya, air matanya mengalir deras bersamaan dengan derasnya hujan.

Surabaya, 14 November 2018
Pict.by, Pixabay

Penulis:

Teringat kata-kata Asy.Syafi’i, “Aku mencintai orang-orang shalih,” begitu katanya, diiringi titik air mata, “Meski aku bukanlah bagian dari mereka. Dan aku membenci para pemaksiatNya Meski aku tak berbeda dari mereka.” Ya Allah ... jadikan aku lebih baik daripada semua yang mereka sangka, dan ampuni aku atas aib-aib yang tak mereka tahu. (doa Abu Bakar)

Tinggalkan komentar